Trump Patok Tarif Lebih Tinggi ke BRICS, Pemerintah: Ini Konsekuensi

Trump Patok Tarif Lebih Tinggi ke BRICS, Pemerintah: Ini Konsekuensi
Jakarta, 10 Juli 2025 – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengobarkan perang dagang global dengan menetapkan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap negara-negara anggota BRICS—yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Langkah ini dianggap sebagai respons langsung terhadap meningkatnya pengaruh ekonomi BRICS dan upaya blok tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang diunggah di platform True Social, Trump menyebut bahwa tarif tersebut diberlakukan sebagai sanksi terhadap negara-negara yang dianggap “mendukung kebijakan anti-Amerika.” Ia menyatakan,
“Setiap negara yang berpihak pada BRICS dan kebijakan anti-Amerika akan dikenakan tarif tambahan 10 persen. Tidak ada pengecualian.”
Tak hanya itu, Trump juga mengirimkan surat langsung kepada Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang isinya memperingatkan bahwa jika Indonesia membalas tarif 32 persen yang sebelumnya diberlakukan AS terhadap sejumlah komoditas ekspor RI, maka Washington akan menambahkan bea masuk lebih tinggi untuk produk-produk Indonesia.
Pemerintah RI: Ini Risiko Global
Menanggapi kebijakan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia menganggap langkah AS ini sebagai bagian dari dinamika dan konsekuensi hubungan dagang global. Ia menegaskan bahwa pemerintah terus memantau perkembangan dan telah mengirim delegasi ke Washington DC untuk mencari jalur diplomasi serta solusi dagang yang menguntungkan kedua belah pihak.
“Kami sedang membuka jalur komunikasi intensif dengan otoritas AS. Prinsip kami tetap sama: kerja sama dagang yang adil dan saling menguntungkan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta.
BRICS Kecam Langkah AS, Serukan Solidaritas
Negara-negara anggota BRICS sendiri merespons dengan hati-hati namun tegas. Dalam pernyataan penutup Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di Rio de Janeiro pekan ini, mereka mengecam tindakan sepihak AS dan menyerukan penguatan sistem perdagangan multilateral yang adil dan terbuka.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyebut bahwa BRICS tidak memiliki agenda konfrontatif terhadap negara mana pun. Sementara Rusia menilai bahwa langkah AS justru akan mempercepat lahirnya sistem keuangan global yang lebih merata dan tidak terpusat pada dolar.
Brasil dan India memilih menyuarakan keprihatinan, namun tetap mendorong penyelesaian melalui jalur diplomasi tanpa eskalasi konflik.
Dampak dan Proyeksi
Kebijakan tarif ini diperkirakan mulai berlaku per 1 Agustus 2025, seiring berakhirnya masa penangguhan yang sebelumnya diberlakukan sejak April. Para analis menilai, langkah ini dapat memicu gelombang retaliasi dagang dari negara-negara BRICS maupun mitra dagang lainnya.
Selain memperbesar ketegangan geopolitik, keputusan Trump juga dikhawatirkan mengganggu rantai pasokan global, terutama dalam sektor komoditas seperti logam, semikonduktor, dan hasil pertanian.
Indonesia sendiri diperkirakan akan terdampak signifikan, mengingat ekspor utama seperti nikel, karet, dan komponen elektronik ke AS menjadi salah satu tulang punggung perdagangan luar negeri RI.
Kesimpulan:
Kebijakan tarif tambahan AS terhadap BRICS menjadi sinyal bahwa persaingan ekonomi global memasuki fase baru yang lebih agresif. Pemerintah Indonesia saat ini memilih jalur diplomasi dan menyebut bahwa ini adalah konsekuensi dari dinamika ekonomi global yang semakin kompleks.